
pchotdeals.com, 01 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Ikan Cobia (Rachycentron canadum), yang dikenal di Indonesia sebagai ikan lemadang atau king kobia, adalah spesies ikan laut pelagis yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar domestik dan internasional. Dengan pertumbuhan yang cepat, kualitas daging yang baik, dan kemampuan adaptasi terhadap variasi lingkungan, cobia menjadi komoditas unggulan dalam budidaya perikanan laut. Di Indonesia, pengembangan budidaya cobia dipelopori oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung sejak 2006, dengan fokus pada pembenihan dan pembesaran. Artikel ini akan membahas secara mendalam proses pembibitan hingga produksi ikan cobia, mencakup aspek biologis, teknik budidaya, tantangan, dan potensi ekonomi, berdasarkan informasi terpercaya dari berbagai sumber penelitian dan laporan resmi.
Biologi dan Karakteristik Ikan Cobia
Ikan cobia termasuk dalam famili Rachycentridae dan merupakan satu-satunya spesies dalam genus Rachycentron. Berikut adalah klasifikasi taksonominya:
-
Kingdom: Animalia
-
Phylum: Chordata
-
Class: Actinopterygii
-
Order: Carangiformes
-
Family: Rachycentridae
-
Genus: Rachycentron
-
Species: Rachycentron canadum
Cobia memiliki tubuh memanjang seperti torpedo, dengan kepala pipih dan mulut lebar. Bagian dorsal tubuh berwarna cokelat tua hingga hitam, sedangkan bagian ventral berwarna putih keperakan, dengan garis lateral abu-abu. Panjang maksimum cobia bisa mencapai 2 meter, dengan berat hingga 68 kg, meskipun dalam budidaya biasanya dipanen pada ukuran 4–6 kg. Ikan ini bersifat karnivor, memakan ikan kecil, kepiting, dan cumi-cumi di alam liar, serta memiliki pertumbuhan cepat, mencapai 3–6 kg dalam satu tahun budidaya.
Cobia hidup di perairan tropis dan subtropis, dengan kisaran suhu 17–32°C dan salinitas 22,5–44,5 ppt. Distribusinya mencakup Atlantik Barat (dari Kanada hingga Argentina), Atlantik Timur (Maroko hingga Afrika Selatan), dan Indo-Pasifik Barat (Afrika Timur hingga Australia). Ikan ini sering ditemukan di perairan lepas, teluk, dan sekitar terumbu karang atau hutan bakau.
Keunggulan cobia untuk budidaya meliputi:
-
Pertumbuhan Cepat: Dapat mencapai 500 g dalam 5–6 bulan dan 4–6 kg dalam 12 bulan.
-
Kualitas Daging: Daging putih, kenyal, kaya DHA dan omega-3, dengan sedikit duri, cocok untuk sashimi, fillet, atau konsumsi segar.
-
Adaptasi Lingkungan: Tahan terhadap variasi suhu dan salinitas, serta relatif resisten terhadap penyakit.
Proses Pembibitan Ikan Cobia 
Pembibitan (hatchery) adalah tahap awal dalam budidaya cobia, yang mencakup pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan pemeliharaan larva. Berikut adalah langkah-langkahnya berdasarkan praktik di BBPBL Lampung:
1. Seleksi dan Pemeliharaan Induk 
Induk cobia dipilih berdasarkan kesehatan, ukuran, dan kematangan gonad. Induk betina ideal memiliki berat 5–15 kg, dengan diameter telur >600 µm (fase large vitellogenic), sedangkan jantan dipilih berdasarkan kualitas sperma. Induk dipelihara dalam bak beton berkapasitas 25 m³ dengan kepadatan 5–7 ekor per bak dan sistem pergantian air flow-through untuk menjaga kualitas air.
Pakan induk sangat memengaruhi perkembangan gonad. Penelitian menunjukkan bahwa pakan kombinasi ikan segar, vitamin mix, dan cumi menghasilkan pertumbuhan telur yang lebih baik dibandingkan pakan ikan segar saja atau dengan tambahan vitamin C. Pakan diberikan secara teratur untuk memastikan kematangan gonad, terutama pada bulan April–Oktober, saat telur mencapai ukuran optimal.
Tantangan:
-
Parasit Eksternal: Induk cobia rentan terhadap parasit seperti Cryptocaryon irritans dan Neobenedenia sp., yang menyebabkan luka, borok, atau kematian. Pengendalian dilakukan dengan perendaman air tawar dan penggunaan antiparasit untuk memutus siklus hidup parasit.
-
Sensitivitas Lingkungan: Cobia peka terhadap perubahan kualitas air, seperti suhu, salinitas, atau kadar oksigen, sehingga memerlukan pengelolaan air yang ketat.
2. Pemijahan ![INFOMINA] King Cobia Komoditas Baru Budidaya Ikan Indonesia, Intip Peluang Ekspornya](https://cms.minapoli.com/media/tmp/d/badb595ac28b61e956ca677e44d43de3.png)
Pemijahan cobia dapat dilakukan secara alami atau dengan rangsangan hormon:
-
Pemijahan Alami: Bak pemijahan diisi dengan induk jantan dan betina (rasio 1:2). Permukaan air diturunkan hingga 80% untuk meningkatkan suhu, merangsang pemijahan. Proses ini memungkinkan cobia memijah sepanjang tahun.
-
Pemijahan dengan Hormon: Suntikan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) diberikan di bawah kulit sirip induk untuk mempercepat pematangan telur. Teknik ini efektif untuk meningkatkan fekunditas, meskipun hasilnya bervariasi.
Telur yang dihasilkan dikumpulkan dan dihitung untuk menentukan jumlah dan kualitasnya. Fekunditas cobia cenderung rendah, sehingga pemijahan terkontrol menjadi kunci untuk meningkatkan produksi benih.
3. Penetasan Telur
Telur cobia dipelihara dalam bak fiber berkapasitas 1 m³ dengan kepadatan 5–15 butir/L. Penelitian menunjukkan bahwa kepadatan 10 butir/L memberikan tingkat sintasan (survival rate/SR) dan pertumbuhan larva yang optimal. Parameter kualitas air, seperti suhu (26–30°C), pH (7,8–8,2), oksigen terlarut (5–6 mg/L), dan salinitas (30–35 ppt), dijaga ketat untuk mencegah kematian telur.
Tantangan:
-
Rendahnya Tingkat Penetasan: Fekunditas rendah dan tingkat kelangsungan hidup larva (SR larva) menjadi kendala utama. Pengelolaan kualitas air dan pakan awal larva sangat penting untuk mengatasinya.
4. Pemeliharaan Larva
Larva cobia dipelihara hingga berumur 20–30 hari, ketika mereka mencapai ukuran 7–9 cm dan siap menjadi benih. Pakan awal meliputi rotifer, copepoda, dan pakan mikro seperti Spirulina platensis untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan terhadap stres, seperti perendaman air tawar untuk menghilangkan parasit.
Tantangan:
-
Kepadatan Larva: Kepadatan yang terlalu tinggi (misalnya, 15 butir/L) dapat menurunkan sintasan dan pertumbuhan karena persaingan pakan dan ruang. Kepadatan optimal adalah 5–10 butir/L.
-
Penyakit: Larva rentan terhadap infeksi bakteri atau parasit, sehingga pengendalian kualitas air dan pemberian probiotik sangat diperlukan.
Proses Pembesaran Ikan Cobia
Setelah pembibitan, benih cobia dipindahkan ke keramba jaring apung (KJA) untuk pembesaran hingga ukuran konsumsi. Berikut adalah tahapan utamanya:
1. Persiapan KJA
Keramba jaring apung berukuran 2x2x1 m atau 3x3x3 m digunakan dengan kepadatan 100–150 ekor per unit. KJA ditempatkan di perairan dengan arus stabil dan minim risiko red tide (alga merah yang menyebabkan kekurangan oksigen). BBPBL Lampung merekomendasikan lokasi dengan salinitas 30–35 ppt dan suhu 26–30°C untuk pertumbuhan optimal.
2. Pemberian Pakan
Pakan merupakan faktor kunci dalam pembesaran cobia. Pilihan pakan meliputi:
-
Ikan Rucah dan Pelet: Benih berukuran 7–9 cm diberi ikan rucah (ikan kecil seperti sarden) dan pelet buatan. Pelet dengan kadar protein 46–48% dan suplemen seperti metionin (0,2%) atau taurin meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan (feed conversion ratio/FCR).
-
Pakan Formula: Kombinasi microbial floc dan Spirulina platensis (15%) terbukti meningkatkan laju pertumbuhan dan menurunkan FCR dibandingkan pelet komersial.
Pakan diberikan 2–3 kali sehari dengan dosis 3–5% dari berat tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa cobia dengan pakan metionin 0,2% mencapai pertumbuhan absolut 80,30 g dan laju pertumbuhan harian 1,78 g/hari selama 75 hari.
3. Pemeliharaan dan Pengendalian Penyakit
Cobia rentan terhadap parasit eksternal seperti Neobenedenia girellae, yang menyerang mata dan permukaan tubuh, dengan prevalensi lebih tinggi pada ikan berukuran 40–50 cm (65%) dibandingkan 20–30 cm (30%). Pengendalian dilakukan melalui:
-
Perendaman air tawar selama 15 menit untuk menghilangkan ektoparasit.
-
Penggunaan antiparasit dan probiotik untuk meningkatkan imunitas.
-
Pemantauan kualitas air untuk mencegah red tide dan infeksi bakteri.
4. Panen
Cobia dipanen setelah 12 bulan, ketika mencapai berat 4–6 kg, ideal untuk konsumsi. Dalam 6 bulan, ikan dapat mencapai 3–4 kg, dengan harga jual Rp35.000–Rp37.000/kg (2019). Analisis usaha menunjukkan benefit-cost ratio (B/C ratio) sebesar 1,15, dengan break-even point 1.135 kg dan biaya produksi Rp39.150/kg, menjadikan budidaya cobia menguntungkan.
Pengolahan Hasil Panen
Ikan cobia diolah menjadi berbagai produk, seperti:
-
Fillet Segar: Cocok untuk pasar internasional, terutama untuk sashimi atau sushi karena tekstur dagingnya yang kenyal dan kaya gizi.
-
Panko Bites: Produk olahan di mana daging cobia dicampur dengan tepung dan telur, dibekukan pada suhu -17°C, dengan kualitas organoleptik tinggi (skor 8) dan aman mikrobiologis (E. coli <3, Salmonella negatif).
Potensi Ekonomi dan Dukungan Pemerintah
Cobia memiliki prospek ekonomi menjanjikan karena permintaan tinggi di pasar internasional, terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. BBPBL Lampung menargetkan produksi 100.000 benih pada 2020 untuk mendukung pembudidaya lokal. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, memberikan bantuan benih, pendampingan teknis, dan rekomendasi lokasi budidaya untuk meminimalkan risiko red tide. Pendampingan dilakukan melalui monitoring KJA dan komunikasi digital (video call, Zoom) untuk memastikan keberhasilan budidaya.
Tantangan dalam Budidaya Cobia
Meskipun menjanjikan, budidaya cobia menghadapi beberapa tantangan:
-
Fekunditas Rendah: Produksi telur dan tingkat kelangsungan hidup larva masih rendah, memerlukan teknologi pemijahan yang lebih canggih.
-
Parasit dan Penyakit: Infeksi parasit eksternal dan red tide dapat menyebabkan kerugian besar jika tidak dikelola dengan baik.
-
Biaya Produksi: Pakan berkualitas tinggi dan pengelolaan kualitas air meningkatkan biaya operasional, meskipun B/C ratio tetap menguntungkan.
-
Kesadaran Pasar: Cobia masih kurang dikenal dibandingkan ikan konsumsi lain seperti salmon, sehingga memerlukan promosi lebih lanjut.
Kesimpulan
Budidaya ikan cobia (Rachycentron canadum) dari pembibitan hingga produksi menawarkan potensi ekonomi besar berkat pertumbuhan cepat, kualitas daging yang unggul, dan adaptasi lingkungan yang baik. Proses pembibitan melibatkan seleksi induk, pemijahan alami atau dengan hormon, penetasan telur, dan pemeliharaan larva, dengan fokus pada pengendalian kualitas air dan penyakit. Pembesaran di KJA memungkinkan cobia mencapai ukuran konsumsi dalam 12 bulan, dengan produk akhir seperti fillet dan panko bites yang bernilai tinggi. Meskipun menghadapi tantangan seperti fekunditas rendah dan risiko parasit, dukungan teknologi dari BBPBL Lampung dan pemerintah telah meningkatkan keberhasilan budidaya. Dengan pengelolaan yang optimal, cobia berpotensi menjadi primadona baru dalam perikanan budidaya Indonesia, mendukung ekonomi lokal dan pasar ekspor.
BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya
BACA JUGA: Letak Geografis dan Fisik Alami Negara Seychelles
BACA JUGA: Kampanye Publik: Strategi, Implementasi, dan Dampak dalam Mendorong Perubahan Sosial