
pchotdeals.com, 14 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Ikan kembung (Rastrelliger spp.), yang dikenal sebagai mackerel India atau short mackerel, adalah salah satu komoditas perikanan paling penting di Indonesia. Kaya akan asam lemak omega-3, ikan kembung menjadi sumber protein hewani yang terjangkau dan populer di kalangan masyarakat, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor dalam bentuk olahan seperti ikan kaleng. Meskipun sebagian besar pasokan ikan kembung berasal dari perikanan tangkap, upaya untuk membudidayakan ikan ini mulai dikembangkan untuk mengurangi tekanan terhadap stok liar akibat overfishing dan memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Artikel ini menguraikan proses pembibitan hingga produksi ikan kembung, menyoroti tantangan teknis, peluang ekonomi, dan praktik berkelanjutan untuk mendukung keberlanjutan sumber daya perikanan di Indonesia.
1. Pengenalan Ikan Kembung dan Signifikansinya
Ikan kembung termasuk dalam famili Scombridae dan genus Rastrelliger, dengan tiga spesies utama di Indonesia: Rastrelliger kanagurta (kembung India), Rastrelliger brachysoma (kembung perempuan), dan Rastrelliger faughni (kembung lelaki). Ikan ini merupakan ikan pelagis kecil yang hidup di perairan laut tropis, biasanya di perairan pesisir hingga kedalaman 200 meter. Karakteristiknya meliputi tubuh fusiform (torpedo), sisik kecil, dan warna keperakan dengan garis-garis gelap di sisi tubuh.
Di Indonesia, ikan kembung merupakan salah satu ikan tangkap utama, dengan produksi signifikan di wilayah seperti Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua Barat. Menurut data KKP tahun 2021, ikan kembung menyumbang bagian penting dari total produksi perikanan tangkap, dengan nilai ekonomi tinggi karena permintaan domestik dan ekspor. Namun, overfishing di beberapa wilayah, seperti Laut Jawa, telah mengurangi stok ikan kembung, mendorong eksplorasi budidaya sebagai solusi alternatif. Artikel ini akan fokus pada upaya budidaya, meskipun pembibitan ikan kembung secara komersial masih terbatas dibandingkan ikan seperti lele atau nila.
2. Proses Pembibitan Ikan Kembung
Pembibitan ikan kembung adalah tahap awal dalam budidaya, yang melibatkan produksi benih berkualitas tinggi untuk keperluan pembesaran. Berbeda dengan ikan air tawar seperti lele, pembibitan ikan kembung menghadapi tantangan teknis karena sifat pelagis dan kebutuhan lingkungan lautnya. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam pembibitan:
2.1. Pemilihan Induk
-
Kriteria Induk: Induk ikan kembung yang baik memiliki panjang tubuh 20–25 cm, berat 150–250 gram, dan usia matang gonad (sekitar 1–2 tahun). Induk harus bebas dari cacat fisik, penyakit, dan memiliki gerakan lincah.
-
Sumber Induk: Induk biasanya diperoleh dari tangkapan laut menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti jaring insang atau purse seine. Alternatifnya, induk dapat dipelihara di fasilitas pembenihan seperti balai budidaya laut.
-
Perawatan Induk: Induk dipelihara di bak atau karamba dengan salinitas 30–35 ppt, suhu 26–30°C, dan oksigen terlarut >5 mg/L. Pakan berupa ikan rucah (seperti teri atau sardin) diberikan 2–3 kali sehari dengan dosis 5–10% dari bobot tubuh. Suplemen vitamin seperti vitamin C dan E dapat ditambahkan untuk mempercepat kematangan gonad.
2.2. Pemijahan
-
Pemijahan Alami: Pemijahan alami dilakukan di bak pemijahan bervolume 10–20 ton, dengan kepadatan induk 1–2 kg/m² dan rasio jantan:betina 1:2. Media penempel telur seperti jaring atau tali disediakan untuk menampung telur pelagis yang dihasilkan.
-
Pemijahan Semi-Buatan: Untuk meningkatkan efisiensi, induk betina dapat disuntik hormon seperti Ovaprim (0,5–1 mL/kg bobot tubuh) untuk merangsang ovulasi. Pemijahan terjadi 12–24 jam setelah penyuntikan, biasanya pada malam hari.
-
Hasil Telur: Satu induk betina dapat menghasilkan 50.000–100.000 butir telur per siklus pemijahan, dengan tingkat fertilitasi ideal >80%.
2.3. Penetasan Telur
-
Kondisi Penetasan: Telur dipindahkan ke bak penetasan dengan aerasi lembut untuk menjaga oksigen terlarut. Suhu air dipertahankan pada 27–29°C, salinitas 30–33 ppt, dan pH 7,5–8,5.
-
Waktu Penetasan: Telur menetas dalam 18–24 jam, menghasilkan larva berukuran 2–3 mm dengan kantung kuning telur sebagai cadangan makanan.
-
Manajemen Larva: Larva dipelihara di bak fiberglass atau beton dengan kepadatan 50–100 ekor/L. Kualitas air dijaga dengan penggantian air 10–20% per hari dan pembersihan sisa pakan untuk mencegah akumulasi amonia.
2.4. Pemeliharaan Larva dan Benih
-
Pakan Larva: Larva mulai makan setelah kantung kuning telur habis (hari ke-2 hingga ke-4). Pakan awal berupa fitoplankton (Nannochloropsis atau Chlorella) dan rotifer (Brachionus spp.) dengan kepadatan 10–20 individu/mL. Setelah 7–10 hari, larva diberi Artemia nauplii, diikuti pakan buatan berukuran <0,5 mm pada hari ke-15.
-
Pendederan: Pada usia 20–30 hari, larva bertransformasi menjadi benih berukuran 2–3 cm. Benih dipindahkan ke kolam pendederan dengan kepadatan 20–50 ekor/m². Pakan berupa pelet protein tinggi (30–40%) diberikan 3–4 kali sehari. Pendederan berlangsung selama 30–60 hari hingga benih mencapai ukuran 5–8 cm, siap untuk pembesaran.
2.5. Tantangan Pembibitan
-
Kualitas Air: Larva sangat sensitif terhadap fluktuasi suhu, salinitas, dan amonia, yang dapat menyebabkan kematian massal.
-
Pakan Hidup: Ketersediaan fitoplankton dan zooplanton seperti rotifer dan Artemia sering terbatas, membutuhkan budidaya pakan hidup yang mahal.
-
Teknologi Terbatas: Di Indonesia, fasilitas pembenihan ikan kembung masih terbatas pada balai penelitian seperti Balai Budidaya Laut Lampung atau Ambon, dengan skala produksi yang belum komersial.
-
Tingkat Kelangsungan Hidup: Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) larva hingga benih biasanya hanya 10–30%, lebih rendah dibandingkan ikan air tawar seperti nila (50–80%).
3. Pembesaran Ikan Kembung
Pembesaran ikan kembung bertujuan menghasilkan ikan ukuran konsumsi (15–20 cm, bobot 100–200 gram) dalam waktu 4–6 bulan. Karena ikan kembung adalah spesies laut, pembesaran biasanya dilakukan di karamba jaring apung (KJA) atau tambak air payau, meskipun tambak jarang digunakan karena kebutuhan salinitas tinggi.
3.1. Pemilihan Wadah Budidaya
-
Karamba Jaring Apung (KJA): KJA ditempatkan di perairan laut dengan arus 0,1–0,5 m/detik, kedalaman >5 meter, dan salinitas 30–35 ppt. Ukuran KJA bervariasi (3x3x3 m hingga 10x10x5 m), dengan jaring berbahan polietilen untuk mencegah predator.
-
Tambak: Tambak air payau dengan salinitas 20–30 ppt dapat digunakan, tetapi memerlukan pengelolaan kualitas air yang ketat, termasuk aerasi dan sirkulasi air.
-
Persiapan Wadah: KJA dibersihkan dari biofouling sebelum penebaran benih. Tambak dikeringkan, dikapur (500–1000 kg/ha), dan dipupuk (pupuk kandang 1000 kg/ha) untuk merangsang pertumbuhan plankton sebagai pakan alami.
3.2. Penebaran Benih
-
Kepadatan: Kepadatan penebaran di KJA berkisar 50–100 ekor/m³ untuk benih ukuran 5–8 cm. Di tambak, kepadatan lebih rendah (10–20 ekor/m²) untuk mencegah stres.
-
Adaptasi: Benih diadaptasikan dengan menyamakan salinitas dan suhu air wadah pengangkut dengan wadah budidaya selama 30–60 menit untuk mengurangi stres.
-
Waktu Penebaran: Penebaran dilakukan pagi atau sore hari untuk menghindari suhu ekstrem.
3.3. Pemeliharaan
-
Pakan: Ikan kembung diberi pakan buatan (pelet protein 25–30%) atau ikan rucah cincang (teri, sardin) dengan dosis 5–10% bobot tubuh, 3–4 kali sehari. Pakan terapung lebih disukai untuk memudahkan kontrol konsumsi dan mencegah sisa pakan mengotori air. Teknologi pakan rendah protein dari American Soybean Association, yang menggantikan protein dengan karbohidrat, dapat digunakan untuk efisiensi biaya.
-
Kualitas Air: Parameter air dijaga pada suhu 26–30°C, salinitas 30–35 ppt, pH 7,5–8,5, dan oksigen terlarut >5 mg/L. Penggantian air di tambak dilakukan 20–30% setiap 1–2 minggu, sementara KJA mengandalkan arus alami.
-
Pengendalian Hama dan Penyakit: Penyakit umum seperti Vibrio atau parasit dapat dicegah dengan menjaga kebersihan wadah, memberikan pakan berkualitas, dan menggunakan probiotik. Obat alami seperti ekstrak daun papaya dapat digunakan untuk pencegahan.
-
Grading: Sortasi dilakukan setiap 2–3 minggu untuk memisahkan ikan berdasarkan ukuran, mengurangi kanibalisme dan memastikan pertumbuhan seragam.
3.4. Teknik Budidaya
-
Ekstensif: Mengandalkan pakan alami (plankton) dengan kepadatan rendah (10–20 ekor/m³). Cocok untuk tambak tradisional, tetapi produktivitas rendah.
-
Semi-Intensif: Kombinasi pakan alami dan buatan dengan kepadatan sedang (50 ekor/m³). Digunakan di KJA atau tambak dengan pemupukan untuk meningkatkan plankton.
-
Intensif: Menggunakan pakan buatan berkualitas tinggi, kepadatan tinggi (100 ekor/m³), dan teknologi seperti aerasi atau kincir air. Produktivitas tinggi, tetapi biaya operasional besar.
3.5. Tantangan Pembesaran
-
Ketersediaan Benih: Produksi benih ikan kembung masih terbatas, sehingga banyak pembudidaya mengandalkan benih tangkap, yang tidak konsisten dan berisiko merusak stok liar.
-
Pakan: Biaya pakan menyumbang 60–70% biaya produksi. Ketergantungan pada ikan rucah meningkatkan risiko lingkungan akibat penangkapan berlebih.
-
Kualitas Air: Polusi dari limbah industri atau pertanian di perairan pesisir dapat memengaruhi kesehatan ikan.
-
Pasar Lokal: Di beberapa daerah seperti Kaimana, produksi ikan kembung musiman menyebabkan harga jatuh (misalnya Rp 1.000/ekor pada Januari–Februari 2024), menurunkan keuntungan petani.
4. Panen dan Pasca-Panen
4.1. Panen
-
Waktu Panen: Ikan kembung dipanen setelah 4–6 bulan pemeliharaan, ketika mencapai ukuran konsumsi (15–20 cm, 100–200 gram). Panen dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga kesegaran.
-
Metode Panen: Di KJA, jaring diangkat perlahan untuk mengumpulkan ikan, lalu diserok menggunakan jaring halus. Di tambak, air dikuras sebagian, dan ikan ditangkap dengan serokan.
-
Hasil Panen: Dengan kepadatan 50–100 ekor/m³ di KJA semi-intensif, hasil panen dapat mencapai 5–10 kg/m³, dengan tingkat kelangsungan hidup 70–80%.
4.2. Pasca-Panen
-
Penanganan: Ikan segera dicuci dengan air laut bersih dan disimpan dalam kotak berisi es (suhu 0–4°C) untuk menjaga kesegaran. Tanda ikan segar meliputi mata jernih, sisik mengkilat, insang merah, dan daging kenyal.
-
Pengemasan: Ikan dikemas dalam kotak plastik atau styrofoam dengan lapisan es untuk distribusi lokal atau ekspor. Untuk pasar lokal, ikan sering dijual segar, sedangkan untuk ekspor, ikan diolah menjadi produk beku atau kaleng.
-
Pemasaran: Ikan kembung dipasarkan melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pasar tradisional, atau Unit Pengelolaan Ikan (UPI). Di daerah seperti Kaimana, Dinas Perikanan membantu mencari pasar luar untuk mengatasi kelebihan pasokan. Ekspor utama meliputi ikan kaleng ke Jepun, Thailand, dan Timur Tengah.
4.3. Nilai Ekonomis
-
Harga Pasar: Harga ikan kembung bervariasi, mulai dari Rp 1.000–5.000/ekor di musim panen hingga Rp 20.000–30.000/kg di pasar ritel. Produk olahan seperti ikan kaleng memiliki nilai tambah hingga Rp 50.000–100.000/kg.
-
Keuntungan: Dengan biaya produksi Rp 15.000–20.000/kg (termasuk benih, pakan, dan tenaga kerja), keuntungan bersih dari budidaya semi-intensif dapat mencapai Rp 5.000–10.000/kg, tergantung harga pasar.
5. Praktik Berkelanjutan dan Inovasi
5.1. Teknologi Ramah Lingkungan
-
Bioflok: Meskipun lebih umum untuk ikan air tawar, teknologi bioflok dapat diadaptasi untuk ikan kembung di tambak air payau, memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurai limbah organik dan meningkatkan efisiensi pakan.
-
Akuaponik: Sistem Yumina/Bumina yang mengintegrasikan budidaya ikan dengan tanaman (misalnya kangkung) dapat diterapkan untuk mengurasi limbah nitrogen dari tambak.
-
Pakan Alternatif: Penggunaan pakan rendah tepung ikan, seperti yang dikembangkan oleh American Soybean Association, mengurangi ketergantungan pada sumber daya laut.
-
Mangrove Integrasi: Penanaman mangrove di sekitar tambak, seperti dalam model Busmetik, membantu menyerap limbah dan mendukung ekosistem pesisir.
5.2. Pengelolaan Perikanan Tangkap
Karena budidaya ikan kembung belum sepenuhnya komersial, pengelolaan perikanan tangkap tetap penting. Upaya meliputi:
-
Zona Penangkapan: Berdasarkan Perda Sulawesi Tengah No. 10/2017, zona penangkapan ikan kembung diatur untuk mencegah overfishing.
-
Alat Tangkap Selektif: Penggunaan jaring insang atau purse seine dengan ukuran mata jaring >4 cm untuk menghindari tangkapan benih.
-
Kebijakan Kuota: KKP menetapkan kuota tangkap untuk menjaga stok ikan kembung, terutama di wilayah seperti Laut Jawa yang mengalami penurunan produksi.
5.3. Dukungan Pemerintah
-
Program KKP: Program Gemarikan (Gerakan Makan Ikan) meningkatkan konsumsi ikan kembung, mendongkrak permintaan domestik.
-
Pelatihan: Balai Pelatihan Perikanan seperti di Banyuwangi dan Ambon memberikan pelatihan pembibitan dan pembesaran ikan laut.
-
Bantuan Modal: Kredit usaha melalui program KUR Perikanan membantu pembudidaya membeli KJA atau peralatan budidaya.
6. Kelebihan dan Kekurangan Budidaya Ikan Kembung
6.1. Kelebihan
-
Permintaan Tinggi: Ikan kembung populer di pasar lokal dan ekspor, dengan kandungan omega-3 yang mendukung kesehatan, termasuk kesehatan seksual pria.
-
Pertumbuhan Cepat: Ikan kembung mencapai ukuran konsumsi dalam 4–6 bulan, lebih cepat dibandingkan beberapa ikan laut seperti kerapu.
-
Harga Terjangkau: Sebagai alternatif salmon atau tuna, ikan kembung menawarkan nilai gizi tinggi dengan harga lebih murah.
-
Potensi Ekonomi: Budidaya dapat mengurangi ketergantungan pada tangkapan liar, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan nelayan.
6.2. Kekurangan
-
Keterbatasan Teknologi: Pembibitan ikan kembung belum berkembang secara komersial, dengan tingkat kelangsungan hidup benih yang rendah.
-
Biaya Operasional: Biaya pakan, KJA, dan tenaga kerja relatif tinggi dibandingkan budidaya ikan air tawar.
-
Ketergantungan Benih Tangkap: Kurangnya hatchery ikan kembung membuat pembudidaya bergantung pada benih alam, yang tidak berkelanjutan.
-
Fluktuasi Harga: Produksi musiman di beberapa daerah menyebabkan harga jatuh, seperti di Kaimana pada 2024.
7. Pesaing dan Posisi di Pasar
Ikan kembung bersaing dengan ikan pelagis lain seperti sardin, teri, dan cakalang di pasar konsumsi lokal. Dalam konteks budidaya, ikan kembung kalah populer dibandingkan ikan air tawar seperti lele dan nila karena kemudahan pemeliharaan dan biaya produksi yang lebih rendah. Namun, ikan kembung memiliki keunggulan dalam nilai gizi dan harga terjangkau dibandingkan ikan laut premium seperti tuna atau salmon. Untuk meningkatkan daya saing, pengembangan hatchery komersial dan diversifikasi produk olahan (misalnya terasi atau ikan asap) diperlukan.
8. Kesimpulan
Ikan kembung memiliki potensi besar sebagai komoditas perikanan di Indonesia, baik melalui perikanan tangkap maupun budidaya. Meskipun pembibitan hingga produksi ikan kembung masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan teknologi, ketergantungan pada benih tangkap, dan fluktuasi harga, peluang ekonomi dan dukungan pemerintah menjadikan budidaya ini menjanjikan. Dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan seperti bioflok, akuaponik, dan pakan alternatif, serta memperkuat pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan, Indonesia dapat meningkatkan produksi ikan kembung untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor. Bagi calon pembudidaya, investasi dalam pelatihan, fasilitas pembenihan, dan strategi pemasaran akan menjadi kunci keberhasilan. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Dinas Perikanan setempat atau balai budidaya laut terdekat.
Sumber Referensi
-
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP): Statistik Perikanan Tangkap 2021.
-
Dinas Perikanan Kabupaten Kampar: Teknologi Budidaya Ramah Lingkungan, 2019.
-
Kaimananews.com: “Produksi Ikan Kembung di Kaimana Melimpah,” 2024.
BACA JUGA: Panduan Lengkap Travelling ke Republik Ceko untuk Wisatawan Indonesia
BACA JUGA : Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Penduduk Republik Ceko: Analisis Mendalam
BACA JUGA : Seni dan Tradisi Negara Republik Ceko: Warisan Budaya yang Kaya dan Beragam