
pchotdeals.com, 07 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Ikan bandeng (Chanos chanos), dikenal juga sebagai milkfish dalam bahasa Inggris atau ikan bolu dalam bahasa Bugis dan Makassar, adalah salah satu komoditas perikanan utama di Indonesia. Dengan sifat euryhaline yang memungkinkannya hidup pada berbagai tingkat salinitas (0–45 ppt, optimal 15–25 ppt), bandeng menjadi pilihan populer untuk budidaya, terutama di wilayah pesisir. Ikan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan, dan mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir. Artikel ini akan menguraikan secara mendalam proses pembibitan hingga produksi ikan bandeng laut di Indonesia, mencakup tahapan pembenihan, pembesaran, teknologi budidaya, tantangan, dan potensi pengembangan, berdasarkan informasi dari sumber terpercaya seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jurnal akademik, dan laporan industri.
Latar Belakang Ikan Bandeng
Ikan bandeng adalah satu-satunya spesies yang masih hidup dari famili Chanidae, ditemukan pertama kali oleh Dane Forskall di Laut Merah pada 1925. Ikan ini tersebar luas di Samudra Hindia dan Pasifik, dari pantai Afrika hingga utara Australia. Di Indonesia, bandeng banyak dibudidayakan di wilayah seperti Jawa, Sulawesi, dan Banten, dengan produksi nasional mencapai 779 ribu ton pada 2022, menurut data KKP. Sifat herbivora bandeng memungkinkan budidaya polikultur dengan udang atau kepiting, meningkatkan efisiensi lahan tambak. Selain itu, kandungan gizinya, seperti protein (27,10% per 100 g), omega-3, dan vitamin B12, menjadikannya pilihan pangan yang sehat dan mendukung kesehatan jantung serta perkembangan otak.
Budidaya bandeng laut, khususnya menggunakan keramba jaring apung (KJA), telah berkembang pesat sebagai alternatif untuk mengatasi penyusutan lahan tambak akibat alih fungsi menjadi perumahan atau industri. Dengan potensi perairan laut seluas 369.500 hektar untuk budidaya KJA, bandeng laut memiliki prospek besar untuk meningkatkan produksi perikanan Indonesia.
Tahapan Pembibitan Ikan Bandeng
Pembibitan (hatchery) adalah langkah awal dalam budidaya ikan bandeng, yang bertujuan menghasilkan benih berkualitas (nener) untuk tahap pembesaran. Proses ini melibatkan pemijahan, penetasan telur, dan pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran siap tebar.
1. Pemilihan Induk
Induk bandeng berkualitas dipilih berdasarkan kriteria berikut:
-
Umur dan Ukuran: Induk biasanya berusia 3–5 tahun dengan panjang 50–70 cm dan berat 2–4 kg.
-
Kondisi Fisik: Bebas dari cacat, luka, atau penyakit, dengan gerakan aktif dan warna tubuh cerah.
-
Sumber Induk: Diambil dari alam (misalnya, muara sungai atau laguna) atau dari tambak budidaya yang dikelola dengan baik.
Pemijahan alami sering dilakukan di laut, tetapi teknologi pemijahan buatan dengan injeksi hormon (seperti GnRH atau Ovaprim) semakin umum di balai pembenihan untuk meningkatkan efisiensi. Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol, misalnya, telah berhasil mengembangkan teknik pemijahan bandeng sesuai Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB).
2. Penetasan Telur
-
Proses Pemijahan: Induk jantan dan betina ditempatkan dalam bak pemijahan dengan salinitas 25–30 ppt dan suhu 26–30°C. Telur yang dihasilkan (biasanya 500.000–1 juta per induk betina) dikumpulkan dan dipindahkan ke bak penetasan.
-
Manajemen Larva: Telur menetas dalam 24–36 jam menjadi larva. Larva dipelihara dalam bak dengan pakan alami seperti fitoplankton (Chlorella atau Nannochloropsis) selama 10–14 hari hingga menjadi nener berukuran 1–2 cm.
-
Kualitas Air: Parameter seperti pH (7,5–8,5), oksigen terlarut (5–7 mg/L), dan suhu harus dijaga ketat untuk mencegah kematian larva.
3. Pemeliharaan Nener
Nener dipelihara selama 2–3 minggu hingga mencapai ukuran 3–5 cm, siap untuk ditebar ke tambak atau KJA. Selama periode ini, pakan alami diganti secara bertahap dengan pakan buatan berukuran mikro untuk meningkatkan pertumbuhan. BBRBLPP Gondol menggunakan keramba bundar berdiameter 35–50 meter untuk pembibitan, dengan tingkat kelulushidupan (survival rate) mencapai 70–80%.
Tahapan Pembesaran Ikan Bandeng Laut
Setelah pembibitan, nener dipindahkan ke sistem pembesaran, baik di tambak air payau maupun KJA di laut. Budidaya bandeng laut sering dilakukan di perairan seperti teluk, laguna, atau muara sungai, yang memenuhi persyaratan teknis seperti salinitas, arus, dan kedalaman.
1. Sistem Budidaya
Terdapat beberapa metode budidaya bandeng laut:
-
Keramba Jaring Apung (KJA): Sistem ini menggunakan jaring terapung dari bahan HDPE (High-Density Polyethylene) dengan lapisan anti-biofouling dan anti-UV untuk mencegah pertumbuhan lumut. KJA Aquatec, misalnya, telah digunakan di berbagai lokasi seperti Batam, Lampung, dan Wakatobi untuk budidaya bandeng, dengan diameter keramba hingga 50 meter.
-
Tambak Intensif dengan Geomembran: Teknologi ini melibatkan tambak berdasar plastik geomembran dengan kedalaman 1–2 meter dan padat tebar 25.000 ekor/ha. Kincir air digunakan untuk menjaga oksigenasi, dan pakan pellet diberikan secara rutin. Produksi dapat mencapai 8.000–10.000 kg/ha/tahun.
-
Polikultur: Bandeng sering dibudidayakan bersama udang atau rumput laut untuk memaksimalkan pemanfaatan pakan alami seperti klekap (fitoplankton dan zooplankton). Sistem ini umum di Jawa dan Sulawesi.
2. Manajemen Pakan
Bandeng adalah ikan herbivora yang dapat hidup dari pakan alami seperti klekap. Namun, dalam budidaya intensif:
-
Pakan Alami: Fitoplankton seperti Chlorella atau Spirulina digunakan pada tahap awal.
-
Pakan Buatan: Pakan pellet dengan kandungan protein 20–25% diberikan 2–3 kali sehari, dengan dosis 3–5% dari bobot tubuh. Teknologi pakan otomatis pada KJA berdiameter 20 meter telah diuji di Wakatobi untuk meningkatkan efisiensi.
-
Pakan Alternatif: Beberapa daerah menggunakan bahan lokal seperti dedak atau limbah pertanian untuk menekan biaya, meskipun kualitasnya harus dikontrol.
3. Kualitas Air dan Lingkungan
Parameter lingkungan sangat memengaruhi pertumbuhan bandeng:
-
Salinitas: Optimal 15–25 ppt, tetapi bandeng dapat bertahan hingga 45 ppt.
-
Suhu: 12–40°C, ideal 26–30°C.
-
pH: 7,5–8,5.
-
Oksigen Terlarut: Minimal 5 mg/L.
-
Arus Air: Dalam KJA, arus air 0,1–0,3 m/detik diperlukan untuk sirkulasi nutrisi dan mencegah penumpukan limbah.
Bau lumpur, yang sering ditemukan pada bandeng tambak akibat bakteri Cyanobacteria (penghasil geosmin), dapat dicegah dengan memelihara ikan di air mengalir selama 7–14 hari sebelum panen. KJA di laut cenderung menghasilkan bandeng bebas bau lumpur.
4. Pertumbuhan dan Panen
-
Durasi Pembesaran: Bandeng biasanya dipanen setelah 4–6 bulan, saat mencapai ukuran 25–30 cm atau berat 400–600 gram (3–4 ekor/kg).
-
Padat Tebar: Dalam KJA, padat tebar optimal adalah 20–30 ekor/m³; dalam tambak intensif, 25.000 ekor/ha.
-
Tingkat Kelulushidupan: Dengan manajemen baik, survival rate mencapai 80–90%.
-
Hasil Panen: Dalam KJA, produksi dapat mencapai 6–10 ton/ha/siklus, sementara tambak intensif menghasilkan hingga 10 ton/ha/tahun.
Teknologi dan Inovasi dalam Budidaya Bandeng Laut
Beberapa teknologi modern telah diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan budidaya bandeng laut:
-
Keramba Jaring Apung (KJA) HDPE: Aquatec, produsen KJA di Indonesia, menggunakan pipa HDPE dengan lapisan anti-biofouling dan anti-UV, mengurangi biaya pemeliharaan. Keramba ini telah diuji untuk bandeng, kerapu, dan tuna di berbagai lokasi seperti Gondol dan Wakatobi.
-
Geomembran: Tambak intensif dengan dasar geomembran meningkatkan kontrol kualitas air dan memungkinkan padat tebar lebih tinggi.
-
Pakan Otomatis: Sistem pemberian pakan otomatis pada KJA mengurangi limbah pakan dan meningkatkan efisiensi pakan hingga 20%.
-
Polikultur dan Multi-Trophic Aquaculture: Budidaya bandeng bersama udang, kepiting, atau rumput laut memanfaatkan rantai trofik untuk mengurangi limbah organik dan meningkatkan produktivitas.
-
Penginderaan Jauh: Penelitian di Wedung, Jawa Tengah, menggunakan ArcGIS untuk menganalisis kesesuaian lahan tambak berdasarkan ketersediaan klekap, menghasilkan model spasial untuk optimasi produksi.
Tantangan dalam Budidaya Bandeng Laut
Meskipun potensial, budidaya bandeng laut menghadapi beberapa tantangan:
-
Biaya Pakan: Pakan menyumbang hingga 70% biaya operasional. Pengembangan pakan berbahan baku lokal masih diperlukan untuk menekan biaya.
-
Ketersediaan Benih: Kontinuitas pasokan nener berkualitas sering terganggu, terutama di daerah terpencil.
-
Kualitas Air: Perubahan salinitas, suhu, atau polusi di perairan laut dapat memengaruhi pertumbuhan dan kelulushidupan ikan.
-
Konversi Lahan: Banyak lahan tambak beralih fungsi menjadi perumahan atau industri, mendorong penggunaan KJA sebagai alternatif.
-
Pasar dan Logistik: Rantai pasok yang didominasi tengkulak sering menekan harga jual petambak, sementara permintaan ekspor memerlukan konsistensi ukuran dan kualitas.
Potensi dan Prospek Ekonomi
Budidaya bandeng laut memiliki potensi besar di Indonesia:
-
Kontribusi Ekonomi: Produksi bandeng nasional pada 2016 mencapai 709.312 ton, dengan Jawa Timur (155.202 ton) dan Sulawesi Selatan (139.123 ton) sebagai sentra utama. Pada 2022, produksi meningkat menjadi 779 ribu ton, dengan ekspor ke Taiwan, Sri Lanka, dan Korea Selatan.
-
Pasar Ekspor: Permintaan bandeng terus meningkat untuk konsumsi, umpan tuna, dan produk olahan seperti bandeng presto, sate bandeng, dan pindang.
-
Ketahanan Pangan: Bandeng menyumbang 50% protein hewani dalam konsumsi masyarakat Indonesia, mendukung ketahanan pangan nasional.
-
Pemberdayaan Masyarakat: Program seperti yang dilakukan Dompet Dhuafa di Banten, dengan wakaf lahan 6.500 m² untuk budidaya bandeng, menghasilkan pendapatan bersih hingga Rp 7,5 juta per panen bagi petambak.
Olahan dan Nilai Tambah
Ikan bandeng diolah menjadi berbagai produk untuk meningkatkan nilai ekonomi:
-
Bandeng Presto: Dimasak dengan panci bertekanan tinggi untuk melunakkan duri, populer di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
-
Sate dan Pindang Bandeng: Khas Serang, Banten, sering disajikan pada acara keagamaan atau keluarga.
-
Bandeng Asin (BAKTISA): Inovasi di Pemalang, Jawa Tengah, menghasilkan bandeng asin dengan varian rasa pedas, asam, dan manis, dengan masa simpan lama.
-
Bandeng Asap: Produk olahan dengan cita rasa khas, populer di Sidoarjo dan Juwana.
Kesimpulan
Budidaya ikan bandeng laut di Indonesia, dari pembibitan hingga produksi, menawarkan peluang besar untuk ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat pesisir. Proses pembibitan menghasilkan nener berkualitas melalui pemijahan alami atau buatan, sementara pembesaran menggunakan KJA atau tambak intensif meningkatkan produktivitas hingga 10 ton/ha/tahun. Teknologi seperti geomembran, KJA HDPE, dan polikultur telah memperbaiki efisiensi dan keberlanjutan. Meskipun menghadapi tantangan seperti biaya pakan dan konversi lahan, potensi pasar domestik dan ekspor, ditambah dengan inovasi olahan seperti bandeng presto dan BAKTISA, menjadikan bandeng laut sebagai komoditas strategis. Dengan dukungan pemerintah melalui program klaster dan bimbingan teknis, serta inisiatif masyarakat seperti wakaf lahan, budidaya bandeng laut dapat terus berkembang, mendukung visi Indonesia Emas 2045 dalam sektor perikanan.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs resmi KKP (kkp.go.id) atau hubungi balai perikanan terdekat.
BACA JUGA: Masalah Sosial di Indonesia pada Tahun 1900-an: Dampak Kolonialisme dan Kebangkitan Kesadaran Sosial
BACA JUGA: Perkembangan Teknologi Militer Portugal: Dari Era Penjelajahan hingga Abad Modern